Tersangka, Terdakwa dan Koruptor Dibela, Waras Kah?

Tersangka, Terdakwa dan Koruptor Dibela, Waras Kah?

Membela tersangka maupun terdakwa wajar. Karena membela orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Apalagi datangnya dari pendukung fanatik.

Wajar karena tersangka dan terdakwa masih dugaan. Di mana belum ada putusan inkrah dari pengadilan. Namun yang tidak wajar adalah Koruptor dibela mati - matian.

Koruptor tentu sudah terbukti bersalah. Sehingga apapun dalih pembenarannya tidak bisa diterima. Karena kita Indonesia mempercayai hukum.

Membela koruptor sama hal kita melakukan penghianatan terhadap hukum di negeri ini. Indeks korupsi di Indonesia akan meningkat tajam. Ketika diwawancarai atau survei. Jawabnya tidak korupsi. Disolimi dan dihalangi.

Perilaku demikian sungguh mencemaskan masa depan bangsa ini. Bagaimana bumi Pertiwi bisa bebas korupsi atau paling tidak indeks korupsi menurun kalau masih ada generasi penerus bangsa ini yang membela mati-matian koruptor.

Sang pembela Tak segan-segan mengeluarkan kata-kata tak senonoh atau menghujat sana sini. Dengan tameng azas praduga tak bersalah, maka semakin ngotot dan leluasa membela koruptor.

Lalu kemudian kita lupa bahwa kita secara tak langsung telah menjadi koruptor hanya dikarenakan membela musuh hukum. Musuh rakyat adalah koruptor.

Mari yang peduli katakan tidak pada koruptor, apa lagi membelanya hanya karena mengimingi ataupun diiming - iming mendapat SK kontrakan pada suatu lembaga atau selembaran yang bernilai.

Koruptor adalah kejahatan, koruptor adalah amoral hukum yang harus diperangi bersama sehingga kita perlu merefkeksi kata bijak.

" The Only Thing Necessary for The Triumph Of Evil Is for Good Men to do Nothing", Satu-satunya yang di perlukan untuk kemennagan kejahatn adalah untuk orang-orang baik tak melakukan apapun (Edmund Burke 1729-97). Pelipus Libu Heo

Komentar