Roti Tambak dan Tambang Sabu

Kenangan Roti Tambak dan Tambang Sabu

Oleh Pelipus Libu Heo

Belum hilang dari ingatan kita, Kasus Tambak Garam di Kabupaten Sabu Raijua tahun anggaran 2015 dan tahun 2016 dikorupsi dengan nilai kerugian milliar rupiah. Empat putra Sabu telah dijatuhi hukuman pidana penjara masing - masing empat tahun. 

Lagi, berita tak sedap datang dari Pulau dengan luas 421,789 kilometer persegi dan Raijua 38,160 kilometer persegi (BPS Sarai 12 Aug 2016) ini.  Di pulau sejuta Lontar itu,  pemerintah dikabarkan mengijinkan Perusahaan tambang untuk menggarap Mangan seluas 3.057 hektar di dua Kecamatan. 

Beredar informasi bahwa Perusahaan tambang mangan di Kabupaten Sabu Raijua digarap PT. Tiga Mas Nusantara, direksinya Adri Yatim Febriyanto, SE beralamat di Makassar Sulawesi, kegiatannya di Kecamatan Mehara (desa Peddaro, Wadumadi, Gurimonearu, Lobohede, Remedue dan Ledeae) seluas 1.491Hektar.

Kedua PT. Cromindo Lestari Nusantara (CLN), direksinya H. Bahar, SH beralamat di Makassar, kegiatannya di kecamatan Sabu Liae (desa Loborui, Ledeke, Waduwalla, Dainao, Mehona Eikare, dan Raerobo) seluas 1.566 Hektar.

Dua perusahaan itu diduga dikendalikan satu orang. Tidak jauh beda dengan kasus Tambak garam yang meminjam pakai bendera perusahaan rekanan. Orangnya sama direksi Adri Yatim Febriyanto, SE.

Ketika ditelusuri, PT CLN memiliki rekam jejak diragukan. Diduga sering mengabaikan kewajiban, membuka kantor di daerah garapan, membayar dana CSR dan PBB. Tidak melakukan laporan Triwulan kepada pemerintah cq BLHD. 

Kita lihat kasus tambang batu Crom di Kaebena kabupaten Bombana Kendari yang digarap PT CLN tahun 2012. DPRD Bombana merekomendasikan menghentikan sementara usaha tambang untuk menyelesaikan kewajiban (Antaranews.com). 

Muncul kekhawatiran, ketika diekploitasi Mangan di Pulau Sabu maka akan memberikan bagi masyarakat. Ekonomi dan pendapatan bagi daerah. Kerusakan ekologis, sosial dan budaya. Dikhawatirkan pula terjadi perembesan air laut. 

Dalam banyak kasus, tambang di NTT merusak alam. Terjadi penyerobotan tanah ulayat atau tanah adat sehingga muncul komflik sosial dan budaya. 

Dalam kenyataan juga, tambang diback up "aparat". Mereka menebar teror dan intrik kepada pemilik lahan. Membuat ketakutan dan membatasi ruang gerak. 

Masyarakat dipertontonkan dengan pola pembangunan penggusuran sepihak. Intrik ini ampuh, dalam macam kasus pertambangan. Hal ini didukung pola pendekatan diktator sang pemimpin wilayah. 

Kewenangan UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang melimpahkan kewenangan pemerintah Kabupaten kota ke propinsi.

Penetapan wilayah, penerbitan izin usaha pertambangan mineral bukan logam, batuan, Batubara dalam rangka penanaman modal dalam negeri dalam 1 (satu) daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil.

Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk 
pengolahan dan pemurnian, Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat 
keterangan terdaftar dalam rangka penanaman dan Penetapan harga patokan mineral bukan logam dan batuan.

Kewenangan tersebut membuat komunikasi pemerintah provinsi dan kabupaten terputus. Kebijakan propinsi terkesan sepihak, tidak melibatkan pemerintah Kabupaten dan masyarakat. 

Kabar terkini, tambang di Sabu memperoleh izin dari pemerintah propinsi NTT. Namun pemerintah Sabu Raijua belum mendapatkan salinan izin tersebut. Selain izin yang pernah dikeluarkan pemda Sabu tahun 2011 silam (Harian Victorynews 14/12/2017).

Kuat dugaan dua perusahaan tersebut tidak mengangantongi izin eksploitasi dan Amdal penambangan. Bagaimana mungkin pulau kecil itu diberikan izin menambang Mangan seluas 3000 hektar. 

Perda Kabupaten Sabu Raijua Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2011 - 2031, Pasal 26 bahwa kawasan peruntukkan pertambangan mineral logam dan non logam. 

Terdapat dua desa, Desa Waduwalla kecamatan Liae dan desa Wadumaddi kecamatan Hawu Mehara. Jika demikian, tidak mungkin dikeluarkan izin yang melanggar Perda itu. 

Melihat luas area tambang, masyarakat menduga akan dijadikan lahan layaknya perebutan roti. Mengumpulkan pundi - pundi bagi kepentingan sesaat. 

Sudah ada contoh, kasus Tambak garam Sabu yang dikorupsi dan dikerjakan tidak sesuai peraturan perundangan. Dikerjakan tanpa melibatkan masyarakat lokal. Sehingga terjadi konflik yang menyebabkan masalah di masyarakat. 

Dugaan - dugaan ini, tidak boleh meluas dan mengorbankan masyarakat. Masyarakat Sabu Raijua harus jeli melihat persoalan sebagai bentuk penjajahan kapitalis. Penjajahan modern di bumi Rai Hawu, Rai Due Ngado Nahu  (Sabu tanah gula) harus dilawan. 

Tidak boleh ada tindakan yang melanggar aturan, tindakan yang sewenang - wenang tanpa melibatkan masyarakat lokal. Upah masyarakat harus sesuai standar upah. 

Pemerintah propinsi yang memberikan izin harus menjelaskan kepada masyarakat. Pengusaha tambak tidak boleh dirugikan dari kesimpangsiuran informasi. Masyarakat diberikan pemahaman akan keberadaan Tambang. 

Kepada seluruh aktivis lingkungan, pegiat adat dan budaya. Pemuda, Tokoh masyarakat dan agama, kepala desa dan aparat terkait untuk menjadi jembatan bagi masyarakat. 

Tambang Mangan tidak boleh dijadikan Roti untuk diperebutkan demi kekuasaan. Mangan harus sektor yang mendatangkan keuntungan. Bukan merugikan dan malapetaka bagi masyarakat. 

Cukup, cukuplah kasus Tambak Garam yang telah terbukti merugikan masyarakat dan negara. Cukup menjadi pembelajaran bahwa masyarakat perlu terlibat. 

Mari Kepakkan tangan, suarakan keadilan bagi masyarakat Sabu. Serukan perlawanan atas segala bentuk kebijakkan menguntungkan Kapitalis. Lawan dan lawan. (*) 

Komentar