Kenangan Bersama Noto
Raijua - Noto itulah sebutan kami untuk permainan adu tebak ini. Anak - anak di kampung Saya pulau Raijua Kabupaten Sabu Raijua cukup pandai bermainnya. Turun temurun permainan yang dikenal dengan sebutan Congklak di Indonesia ini, sudah saya main di tahun 1995. Di usia 6 tahun atau sekira Saya kelas 1 Sekolah Dasar.
Baru - baru ini. Saat pulang kampung, awal bulan Januari 2018. Saya mencoba mengingat kembali permainan itu. Hendak bernostalgia. Maklum sejak merantau sekolah SMA di Seba hingga kuliah di Kupang, saya sudah tidak bermain lagi. Alhasil, saya pun menang melawan adik Saya dua orang.
Kita ketahui, Congklak atau Noto sendiri permainan tradisional yang diperkirakan berasal dari negara Timur Tengah pada masa perdagangan. Ahli Arkeolog dari NG menemukan sebuah lempengan dari batu kapur pada 7000 - 5000 tahun sebelum Masehi di wilayah Yordania. Lempengan itu memiliki lubang sejajar dan diyakini Congklak.
Kemudian mulai menyebar ke pulau Karibia pada abad ke 17 atau tahun 1640 melalui pedagangan budak Afrika. Di Jawa dikenal dengan nama Dakon. Sulawesi Maggaleceng dan di Malaysia dikenal dengan nama congkak. Sedangkan dalam bahasa Inggris Mancala.
Walau terlihat permainan asing. Namun anak jaman kami pandai bermainnya. Belakangan, kami sadar bahwa permainan ini bisa melatih otak untuk berhitung, daya ingatan, kesabaran, aturan dan kejujuran.
Ketika bermain Noto, seorang akan belajar menghitung jumlah biji yang ada pada setiap lubang. Dengan terbiasa bermain akan mudah dalam hitung-menghitung. Inilah namanya belajar sambil bermain dalam suasana yang menyenangkan.
Noto ini dimainkan atau Lolo Noto (sebutan anak Raijua) dengan cara mengambil biji lalu memasukkannya ke setiap lubang hingga habis. Setelah itu (habis), akan mengambil lagi, dan begitu seterusnya. Dengan langkah tersebut kemampuan motorik halus kita akan dilatih dan diasah.
Hal lain, yang diajarkan dari Noto adalah belajar sabar. Seusai biji yang dijalan mendapati lubang lubang kosong. Maka kesempatan diberikan kepada lawan. Ativitas menunggu giliran dalam permainan inilah, seorang anak akan berlatih kesabaran. Sabar hingga ia menunggu giliran bermain.
Selain itu, kita akan dilatih memahami atutan. Karena saat permainan Noto berlangsung, anak wajib memasukkan biji satu persatu ke dalam lubang, melewati lubang milik lawan. Aturannya, tidak boleh melompat tanpa memasukan biji. Tidak boleh lebih dari satu biji.
Tentunya ini membuat anak belajar menaati aturan, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilanggar. Juga belajar kejujuran.
Kapan permainan selesai? Seorang baru dikatakan menang, apabila ia mampu mendapatkan semua biji - biji. Dan lawan tidak milik daerah kekuasaan atau Rai.
Permainan yang paling penuh manfaat ini. Masih kita jumpai di kampung - kampung. Anak di pedalaman desa masih pandai bermain. Tak hanya perempuan namun lelaki juga pandai.
Konon, Noto hanya dimainkan oleh putri bangsawan. Mereka membuat dari ukiran kayu yang dihias cantik. Namun dalam perkembangannya, anak lekaki pun ikut bermain.
Di desa, anak - anak membuat lubang di tanah. Terlihat seperti bermain lumpur dan tanah. Tapi mengasyikkan. Lubang itu, ada yang 5 pasang lubang atau Noto Lima. Kita sebut dengan 7 Rai.
Ada juga, Noto 7 pasang lubang dan 9 pasang lubang. Bijinya bisa memakai batu kerikil. Biji Damar hutan hingga biji pohon.
Bagaimana dengan ceritamu? Jangan malu ceritakan, karena dari Lolo Noto ini kita belajar banyak hal. (Pelipus Libu Heo)
Komentar
Posting Komentar