Julian Hendrik, Inisiator Pemberontakan Kapal De Zeven Provincien yang Menggeparkan Dunia
Menia_Julian Henderik menjadi inisiator dalam perebutan kapal perang Belanda, Kapal Tujuh (De Zeven Provincien) tahun 1993. Bersama teman-temannya memimpin rapat di sebuah gedung bioskop di Ulehle, Kotaradja (sekarang Banda Aceh) dengan izin akan melakukan acara halal bilhalal usai Idul Fitri 29 Januari.
"Tanggal 3 Februari 1933, Julian Hendrik mengajak teman-teman mengadakan rapat untuk membicarakan taktik perebutan kapal," kata Peter A. Rohi, sejarawan Indonesia kepada timorraya.com disela-sela renovasi makam tersebut di Sabu Raijua, Selasa (8/11/2016)
Dalam rapat kedua, kata Peter, dilaksanakan lebih rahasia, hanya dihadiri perwakilan suku-suku, seperti Madura, Bugis Makassar, Palembang, Padang, Ambon, Minahasa, Sunda Kecil dan lain-lain. Jermias Kawilarang diminta mengomandoi kapal perang itu, sementara yang memimpin pergerakan diserahkan pada Martijn Marseha Paradja.
Sehingga masyarakat Sabu Raijua dan Indonesia hingga dunia, lanjut Peter, perlu mengetahui dan mengenang sosok Julian Hendrik serta perjuangannya. Karena Julian Hendrik adalah sosok pejuang muda yang mampu menggemparkan dunia sehingga anak muda sekarang perlu mengenang perjuangannya.
Suasana pekerjaan monumen Julian Hendrik, dipantau langsung oleh Peter A. Rohi (kanan bertopi)
"Pada usia 23 tahun, ia (Julian Hendrik, baca) mengajak 200 temannya di Ulehle mengadakan rapat di sebuah bioskop di pelabuhan itu. Dari situlah tercetus pemberontakan yang menggemparkan dunia dikenal dengan sebutan De Zeven Provincien Affair,"ujarnya seperti dilansir www.timorraya.com.
Masih menurut Direktur Sukarno Institut ini, Pemberontakan di atas Kapal Tujuh seperti ditulis koran Soeara Oemoem di Surabaya, Martjin Paradja kelahiran Mesara, Sabu Raijua tewas terkena bom di geladak kapal dalam pelayaran ke Surabaya.
"Martjin bersama 20 teman lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Jermias Kawilarang yang mengemudikan kapal di makamkan di TMP Tanjung Pinang, sedangkan Julian Hendrik dimakamkan di kampung halamannya di Eimau," katanya
Julian Hendrik, lanjut Peter, adalah salah satu anak buah kapal (ABK) kapal perang Belanda berukuran 6500 ton, Kapal Tujuh (De Zeven Provincien) berpangkat Bintara bersama 7 temannya serta 256 orang bawahan dari Indonesia.
"Kapal Tujuh itu berukuran 6500 ton dengan jumlah anak buah kapal (ABK) kapal, KL. 460 orang, diantaranya terdapat 30 orang Perwira, 26 Bintara, 141 orang bawahan bangsa Belanda,"ujarnya. ( Pelipus Libu Heo)
Menia_Julian Henderik menjadi inisiator dalam perebutan kapal perang Belanda, Kapal Tujuh (De Zeven Provincien) tahun 1993. Bersama teman-temannya memimpin rapat di sebuah gedung bioskop di Ulehle, Kotaradja (sekarang Banda Aceh) dengan izin akan melakukan acara halal bilhalal usai Idul Fitri 29 Januari.
"Tanggal 3 Februari 1933, Julian Hendrik mengajak teman-teman mengadakan rapat untuk membicarakan taktik perebutan kapal," kata Peter A. Rohi, sejarawan Indonesia kepada timorraya.com disela-sela renovasi makam tersebut di Sabu Raijua, Selasa (8/11/2016)
Dalam rapat kedua, kata Peter, dilaksanakan lebih rahasia, hanya dihadiri perwakilan suku-suku, seperti Madura, Bugis Makassar, Palembang, Padang, Ambon, Minahasa, Sunda Kecil dan lain-lain. Jermias Kawilarang diminta mengomandoi kapal perang itu, sementara yang memimpin pergerakan diserahkan pada Martijn Marseha Paradja.
Sehingga masyarakat Sabu Raijua dan Indonesia hingga dunia, lanjut Peter, perlu mengetahui dan mengenang sosok Julian Hendrik serta perjuangannya. Karena Julian Hendrik adalah sosok pejuang muda yang mampu menggemparkan dunia sehingga anak muda sekarang perlu mengenang perjuangannya.
Suasana pekerjaan monumen Julian Hendrik, dipantau langsung oleh Peter A. Rohi (kanan bertopi)
"Pada usia 23 tahun, ia (Julian Hendrik, baca) mengajak 200 temannya di Ulehle mengadakan rapat di sebuah bioskop di pelabuhan itu. Dari situlah tercetus pemberontakan yang menggemparkan dunia dikenal dengan sebutan De Zeven Provincien Affair,"ujarnya seperti dilansir www.timorraya.com.
Masih menurut Direktur Sukarno Institut ini, Pemberontakan di atas Kapal Tujuh seperti ditulis koran Soeara Oemoem di Surabaya, Martjin Paradja kelahiran Mesara, Sabu Raijua tewas terkena bom di geladak kapal dalam pelayaran ke Surabaya.
"Martjin bersama 20 teman lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Jermias Kawilarang yang mengemudikan kapal di makamkan di TMP Tanjung Pinang, sedangkan Julian Hendrik dimakamkan di kampung halamannya di Eimau," katanya
Julian Hendrik, lanjut Peter, adalah salah satu anak buah kapal (ABK) kapal perang Belanda berukuran 6500 ton, Kapal Tujuh (De Zeven Provincien) berpangkat Bintara bersama 7 temannya serta 256 orang bawahan dari Indonesia.
"Kapal Tujuh itu berukuran 6500 ton dengan jumlah anak buah kapal (ABK) kapal, KL. 460 orang, diantaranya terdapat 30 orang Perwira, 26 Bintara, 141 orang bawahan bangsa Belanda,"ujarnya. ( Pelipus Libu Heo)
Komentar
Posting Komentar