PIDATO SOEKARNO 1932 DI SURABAYA, PELAUT DEMO PADA KOLONIAL

PIDATO SOEKARNO 1932 DI SURABAYA, PELAUT DEMO PADA KOLONIAL.

Ole Peter A Rohi, sejarawan dan wartawan senior

Baru seperempat jam abis diwawancarai wartawati Jawa Pos, Brianika. Temanya, Bung Karno dan kiprahnya di Surabaya. Saya tak lupa mengisahkan kedatangan Bung Karno tahun 1932 di Surabaya. Ketika itu sedang hangat2nya suasana politik di kota ini, bahkan di mana2, Bandung, Batavia, dan Semarang.

Bung Karno yang baru setahun lepas dari penjara Sukamiskin, Bandung, tetap saja berapi-api. Ia membakar semangat persatuan dan nasionalisme pemuda di kota ini. Harian Soeara Oemoem pimpinan dokter Soetomo yang memuat pidato Soekarno dibreidel. Pemimpin Redaksinya Junus Sjijaramual, asal Ambon ditangkap.

Walau begitu gejolak di luar tambah menghangat. Pelaut2 dari Korps Marine Belanda melakukan demo2 berkaitan dengan rasa kebangsaan itu. Mereka protes perlakuan diskriminasi dan penurunan gaji. Mereka menggunakan emblem Merah Putih, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Belanda menurunkan pasukan KNIL dari Rampal, Malang menangkapi pelaut  sebangsa. KNIL Rampal memang khusus ditugaskan untuk menindas pemberontak pribumi. Soeharto, kemudian hari juga ditempatkan di sini sebagai Kopral KNIL.

Hal penangkapan pelaut yang berdemo itu dikirim denmgan telegram ke semua Kapal Perang Belanda.
Kapal De Seven Provincien yang sedang berlabuh di Aceh juga memperoleh berita itu yang dibocorkan oleh seorang marconis yang bersimpati pada pribumi. Adalah seorang pelaut asal Pulau Sabu, Julian Hendrik yang mengumpulkan ratusan pelaut pribumi anak buah kapal perang Belanda itu di sebuah gedung bioskop dengan alasan halal bilhalal.

Lokasi makam Julian Hendrik di desa Eimau kecamatan Sabu Tengah kabupaten Sabu Raijua NTT

Setiap suku di Nusantara terwakili. Pembagian tugas dilakukan. Secara umum pemberontakan dipimpin Josias Kawilarang dari Manado, dan Martijn Marseha Paradja dari Timor (sesuai yang tertera pada nisan di TMP).

Tanggal 3 Februari 1933 pemberontakan dimulai. Komandan kapal Eikenboom lemas, tetapi Gubernur General Belanda di Batavia, De Jonge, atas izin Menteri Sebrang Lautan Collins di Nederland  memutuskan untuk membom tanggal 10 Februari 1933.

Martijn Paradja beserta sejumlah teman2nya tewas, antara lain Gozal dan Rumambi dari Manado, Aritonang dari Batak, juga sejumlah nama dari Jawa, Madura, Padang, Palembang, Makassar, Sangir Talaud, dan  Ambon. Kuburan mereka sekarang terdapat disatukan dalam satu makam di TMP Kalibata.

Kawilarang dan Julian Hendrik diadili di pengadilan kolonial di Surabaya. Terungkap bahwa mereka sudah terpengaruh ajaran Bung Karno.
Belanda memutuskan tangkap Bung Karno dibuang ke Ende untuk memisahkan dia dari massa. Hatta dan Sjahrir kena imbasnya. Kedua pemimpin politik itu  dikirim ke Boven Digul.

Lagi2 Harian Soeara Oemoem yang sudah boleh terbit dibreidel lagi untuk selama-lamanya. Kali ini Pemimpin Redaksi-nya, Tjindarboemi, Asal Lampung  dipenjarakan.  Pemerinhtah kolonial mengeluarkan UU Hatzai Artikelen.

Kemudian hari saya dan anak saya Joaquim (Inyo) menemukan makam Josias Kawilarang di TMP Tanjung Pinang, sedang makam Julian Hendrik di desa Emau, menyendiri sepi di bawah pokok siwalan di kampung halamannya sebagai penganut Jingitiu yang sejati dengan  nama asli Ludji He. .
Saya lupa membuat foto dokumentasi saat diwawancarai, tapi itulah gambaran persatuan Indonesia yang digerakkan Soekarno. Dimakamkan pun mereka dalam satu liang. Tak kenal suku, tak kenal agama. Bersatu sampai akhir. Merdeka! @peter_rohi@yahoo.com

Foto. Peletakan batu pertama monumen Julian Hendrik atau Ludji He (nama Sabu) di Sabu Raijua

Komentar