Bukti Soekarno Lahir di Surabaya
oleh Peter A. Rohi, sejarawan
Dalam tulisan dengan judul "JANGAN SALAHKAN JOKOWI" telah di unggah pada facebook 7 Juni 2015. Tulisan ini hadir atas salah sebutan Soekarno Lahir di Blitar oleh presiden Joko Widodo. Pada satu kegiatan dalam pidatonya. Banyak pihak membully presiden.
MEI 2010, saya bikin press konferensi tentang akan dilakukan pemasangan prasasti di tempat kelahiran Bung Karno, Jalan Pandean IV, Surabaya. Ketika berita itu diturunkan media cetak dan media elektronika, saya mendapat kecaman dari mana-mana.
Sebahagian masih bisa dibaca di Google. Sejak awal memang saya sudah siap menghadapi serangan-serangan itu. Saya memahami bahwa sejak tahun 1967 saat sejarah merujuk pada Pusat Sejarah ABRI, kota kelahiran Bung Karno sudah diganti berdasarkan terjemahan yang salah dari buku Cyndi Adams: Soekarno, an Autobiography as told to Cyndi Adams.
Terjemahan yang dilakukan militer dengan kata sambutan Presiden Soeharto itu yang dibuat dengan menyelipkan pesanan-pesanan khusus untuk mendiskreditkan Bung Karno. Selain ucapan Bung Karno bahwa ia lahir di Surabaya dalam versi aslinya diterjemahkan lahir di Blitar, masih terdapat beberapa hal yang penting yang tidak ada dalam, versi asli ditambahkan dengan tujuan menimbulkan kebencian terhadap Bung Karno. Misalnya, tertulis : saya tidak butuh Hatta, Indonesia tidak butuh Hatta, saya bisa proklamirkan kemerdekaan sendiri.
Padahal dalam versi asli tertulis: saya butuh Hatta, Indonesia butuh Hatta. Saya tidak bisa memproklamirkan kemerdekaan sendiri. Begitu juga tentang Sjahrir, sesuatu yang tidak ada dalam versi asli diselipkan sehingga menimbulkan kebencian simpatisan Hatta dan Sjahrir pada Soekarno yang digambarkan sangat angkuh.
Sejarah memang milik pemenang. Karena itu seakan-akan sejarah yang dikeluarkan tahun 1967 untuk menggantikan buku-buku sejarah yang dilarang dan dimusnahkan itu mengandung kebenaran mutlak.
Generasi sejak 1967 yang sudah dicecoki dengan sejarah yang salah itu kebanyakan tidak kritis pada sejarah bangsanya sendiri.
Tetapi adalah seorang pelajar SMA, Nilam Zubir yang sangat kritis. Ia membaca kembali buku Cyndi Adams dan menemukan terjemahan buku itu tahun 2007 sebagai edisi revisi, mengakui kota kelahiran Bung Karno itu adalah Surabaya.
Karena itu saya sudah siap menghadapi banyak suara yang menentang saya dan menyebutkan Soekarno lahir di Blitar. Bahkan ada yang mencemohkan seakan-akan saya ingin mengacaukan sejarah Proklamator yang juga presiden pertama itu.
Para sejarawan, termasuk mantan Direktur sejarah Anhar Gonggong saat berdebat di Metro TV Surabaya tentang kota kelahiran Bung Karno yakin bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Sedang Asvi Warman Adam menanggapi akan meneliti kembali di mana Bung Karno dilahirkan.
Dalam pers konferensi itu sudah saya beberkan sebelas buah buku saya yang terbit sebelum tahun 1967, termasuk buku biography Bung Karno yang pertama ditulis Im Yang Tjoe tahun 1933, Kamus Politik Usman Burhan dan Adinda 1950, ensiklopedia 1955, Solichin Salam 1960 yang menyebutkan Bung Karno lahir di Surabaya, sedang buku-buku sesudah itu merujuk pada terjemahan buku Cyndi Adams yang diterjemahkan secara salah itu. Kini setelah semua arsip dibuka ternyata saya yang benar!
Walau begitu saya tidak menyalahkan Jokowi atau penulis pidatonya, karena saya memahami betapa sulitnya meyakinkan orang tentang pelurusan sebuah kebenaran yang sudah lama tertanam dalam benak setiap orang Indonesia pada kurun waktu itu. Ketika saya bersama wartawan senior Toto Sonata meneliti ulang tempat kelahiran Bung Karno, di Pandean dan Lawang Seketang pun semua yang kami tanya, tidak seorang pun tahu bahwa Bung Karno lahir di Surabaya, justru di RT dan RW yang kami survey sekali pun di mana terdapat rumah kelahiran Bung Karno.
Foto: Peter A. Rohi (kaos putih) ketiak mengunjungi Sabu Raijua tahun 2016 silam.
oleh Peter A. Rohi, sejarawan
Dalam tulisan dengan judul "JANGAN SALAHKAN JOKOWI" telah di unggah pada facebook 7 Juni 2015. Tulisan ini hadir atas salah sebutan Soekarno Lahir di Blitar oleh presiden Joko Widodo. Pada satu kegiatan dalam pidatonya. Banyak pihak membully presiden.
MEI 2010, saya bikin press konferensi tentang akan dilakukan pemasangan prasasti di tempat kelahiran Bung Karno, Jalan Pandean IV, Surabaya. Ketika berita itu diturunkan media cetak dan media elektronika, saya mendapat kecaman dari mana-mana.
Sebahagian masih bisa dibaca di Google. Sejak awal memang saya sudah siap menghadapi serangan-serangan itu. Saya memahami bahwa sejak tahun 1967 saat sejarah merujuk pada Pusat Sejarah ABRI, kota kelahiran Bung Karno sudah diganti berdasarkan terjemahan yang salah dari buku Cyndi Adams: Soekarno, an Autobiography as told to Cyndi Adams.
Terjemahan yang dilakukan militer dengan kata sambutan Presiden Soeharto itu yang dibuat dengan menyelipkan pesanan-pesanan khusus untuk mendiskreditkan Bung Karno. Selain ucapan Bung Karno bahwa ia lahir di Surabaya dalam versi aslinya diterjemahkan lahir di Blitar, masih terdapat beberapa hal yang penting yang tidak ada dalam, versi asli ditambahkan dengan tujuan menimbulkan kebencian terhadap Bung Karno. Misalnya, tertulis : saya tidak butuh Hatta, Indonesia tidak butuh Hatta, saya bisa proklamirkan kemerdekaan sendiri.
Padahal dalam versi asli tertulis: saya butuh Hatta, Indonesia butuh Hatta. Saya tidak bisa memproklamirkan kemerdekaan sendiri. Begitu juga tentang Sjahrir, sesuatu yang tidak ada dalam versi asli diselipkan sehingga menimbulkan kebencian simpatisan Hatta dan Sjahrir pada Soekarno yang digambarkan sangat angkuh.
Sejarah memang milik pemenang. Karena itu seakan-akan sejarah yang dikeluarkan tahun 1967 untuk menggantikan buku-buku sejarah yang dilarang dan dimusnahkan itu mengandung kebenaran mutlak.
Generasi sejak 1967 yang sudah dicecoki dengan sejarah yang salah itu kebanyakan tidak kritis pada sejarah bangsanya sendiri.
Tetapi adalah seorang pelajar SMA, Nilam Zubir yang sangat kritis. Ia membaca kembali buku Cyndi Adams dan menemukan terjemahan buku itu tahun 2007 sebagai edisi revisi, mengakui kota kelahiran Bung Karno itu adalah Surabaya.
Karena itu saya sudah siap menghadapi banyak suara yang menentang saya dan menyebutkan Soekarno lahir di Blitar. Bahkan ada yang mencemohkan seakan-akan saya ingin mengacaukan sejarah Proklamator yang juga presiden pertama itu.
Para sejarawan, termasuk mantan Direktur sejarah Anhar Gonggong saat berdebat di Metro TV Surabaya tentang kota kelahiran Bung Karno yakin bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Sedang Asvi Warman Adam menanggapi akan meneliti kembali di mana Bung Karno dilahirkan.
Dalam pers konferensi itu sudah saya beberkan sebelas buah buku saya yang terbit sebelum tahun 1967, termasuk buku biography Bung Karno yang pertama ditulis Im Yang Tjoe tahun 1933, Kamus Politik Usman Burhan dan Adinda 1950, ensiklopedia 1955, Solichin Salam 1960 yang menyebutkan Bung Karno lahir di Surabaya, sedang buku-buku sesudah itu merujuk pada terjemahan buku Cyndi Adams yang diterjemahkan secara salah itu. Kini setelah semua arsip dibuka ternyata saya yang benar!
Walau begitu saya tidak menyalahkan Jokowi atau penulis pidatonya, karena saya memahami betapa sulitnya meyakinkan orang tentang pelurusan sebuah kebenaran yang sudah lama tertanam dalam benak setiap orang Indonesia pada kurun waktu itu. Ketika saya bersama wartawan senior Toto Sonata meneliti ulang tempat kelahiran Bung Karno, di Pandean dan Lawang Seketang pun semua yang kami tanya, tidak seorang pun tahu bahwa Bung Karno lahir di Surabaya, justru di RT dan RW yang kami survey sekali pun di mana terdapat rumah kelahiran Bung Karno.
Foto: Peter A. Rohi (kaos putih) ketiak mengunjungi Sabu Raijua tahun 2016 silam.
Komentar
Posting Komentar