Kembali Menghayati Sejarah

Kembali Menghayati Sejarah

Dewasa ini, bangsa Indonesia digaduhkan dengan isu Sara, kaum pribumi dan non pribumi terutama China (dalam konteks Pilkada DKI Jakarta). Banyak yang terprovokasi dengan isu ini hanya karena tidak mengerti dan mendalami sejarah bangsa Indonesia. Generasi sekarang mesti tetap menjadi generasi yang menjunjung tinggi nilai sejarah.

Saling benci dan hujat, agama mulai kotak-kotakan sehingga menimbulkan konflik horizontal antar sesama umat Ciptaan Tuhan. Bagi masyarakat NTT dengan toleransi tinggi maka isu tersebut tidak berdampak karena masyarakat tau menahan diri dan menghormati sesama umat, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha hidup "berdampingan". Ratusan tahun masyarakat NTT telah merawat keberagaman dengan baik. Masyarakat tidak terprovokasi dengan isu sesaat dan sesat yang dimainkan oleh oknum tertentu.

Masyarakat NTT menjunjung tinggi nilai persatuan dan kekeluargaan. Masyarakat NTT bangga memiliki keberagaman Agama, Bahasa dan budaya. Itu menjadi indah dalam balutan kekeluargaan bahwa memang berbeda itu keindahan layaknya pelangi di musim hujan. Hal ini adalah penghayatan dari Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tetap satu.

Masyarakat NTT juga tak pernah mengusik kaum minoritas hanya karena berbeda keyakinan. Demikian sebaliknya. Ini terjadi masyarakat NTT menjunjung tinggi sejarah. Sejarah penyebaran manusia dan agama. Tak ada yang nama penduduk pribumi dan non pribadi semua pendatang. Namun hanya dalam zona waktu yang berbeda. Ada yang mendiami NTT lebih dahulu dan ada yang belakangan.

Mereka yang mendiami lebih dahulu terkadang menganggap diri pribumi. Namun kenyataannya pendatang juga. Demikian juga dengan agama, semua agama atau kepercayaan masyarakat diakui negara berasal dari negara luar. Ini artinya bahwa kita sama. Sama-sama rakyat Indonesia yang punya hak dan kewajiban menjaga persatuan dan kesatuan sesuai dasar negara Pancasila.

Ketika pecah perang dunia II pecah, semua bersatu melawan penjajah. Tak pernah bertanya lebih dulu kamu agama apa? Karena pilihan cuman dua, mati atau merdeka. Semua mereka berjuang bersama dan menjadi pahlawan sesuai perjuangan. Negara pun tak pernah pilih kasih oleh karena keyakinan atau golongan.

Gambar.1 meriam perang dunia II ketika dipindahkan 1941 dari pantai ke belakang Hotel Aston (sekarang), sumber Trupen Museum Nederland. Ini menunjukkan nenek moyang dulu selalu bersatu dan bergotong royong tanpa membedakan apapun, apalagi Sara. Kini meriam itu telah terhalang oleh bangunan hotel Aston, pemerhati sejarah dan pemerintah perlu memikirkan untuk dipindahkan sehingga terlihat oleh masyarakat. Agar nilai-nilai sejarah tetap lestari dan dihayati oleh semua anak bangsa bahwa Kupang memiliki sejarah.

Hal unik adalah, Belanda saja masih menyimpan foto bersejarah Indonesia maka Indonesia mesti lebih mencintai dan menghayati sejarah. Tanpa sejarah kita akan kehilangan arah.

Gambar 2. Foto dengan latar Meriam di Kelapa Lima, diambil bulan Mei 2012.

Gambar 3. Saat masih berada di pantai sebelum dipindahkan, sumber Trupen Museum Nederland.

Komentar