Pencurian kendaraan bermotor (curanmor) baik roda dua maupun roda empat di Kota Kupang kian meresahkan masyarakat karena hampir setiap bulan terjadi. Sepeda motor milik masyarakat selalu saja hilang dari parkiran bahwa dari teras rumah warga. Masalah Curamor ini bagai cengkraman Gurita yang telah mengakar dan tidak ada solusinya. Akibatnya, masyarakat dan negara selalu dirugikan sehingga diperlukan peran serta aparat dalam penegakan hukum, menjamin keamanan dan kenyamanan terhadap warganya.
Keresahan masyarakat akan Curanmor ini membuat banyak pihak menyebutnya sebagai sindikat yang kuat dugaan telah melibatkan aparat negara (TNI, POLRI) serta komponen terkait lainnya. Dari beberapa kasus penangkapan terhadap pelaku Curanmor, rata-rata mengaku telah mencuri lebih dari satu kali dan bergerak berkelompok serta memiliki jaringan dengan aparat. Hasil curiannya sebagian disetor kepada oknum aparat.
Kendaraan curian itu ada yang dibawa langsung menuju pasar penjualan negara Republik Demokratic Timor Leste (Timor Leste). Ada yang ditampung sementara di rumah warga atau gudang penadah untuk selanjutnya dijual. Prosesnya terbilang singkat, kendaraan dibawa melalui jalan darat, melewati beberapa pos penjagaan, serta markas kepolisian yang melintasi Lima kabupaten yakni Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Malaka dan Belu.
Negara Timor Leste dan kelonggaran penjagaan perbatasan RI-Timor Leste menjadi surga bagi penyelundup kendaraan hasil Curanmor oleh para sindikat. Pelaku Curamor tidak mengenal siang ataupun malam dalam melakukan aksinya. Tidak mengenal tempat keramaian atau sepi, ada kamera pengawas (CCTV) atau tidak. Pencuri terbilang nekad, berani, berpengalaman dan profesional.
Salah satu Portal berita Online di NTT tahun 2017 menyajikan berita adanya dukungan aparat terhadap pelaku Curanmor. Dugaan ini terkuak setelah pelaku berhasil diamankan oleh warga dan menyerahkan kepada pihak kepolisian. Pelaku mengaku telah empat kali melakukan transaksi jual beli sepeda motor di Wini TTU, perbatasan RI-Timor Leste. Dalam melakukan aksinya, pelaku menggunakan kunci spesialis dan modus pinjam pakai. Sumber lain menyebutkan tim Buru Sergap Polres Kupang Kota berhasil mengangkap YF, pelaku Curanmor yang selalu bereaksi di wilayah kota Kupang pada Agustus 2016. Introgasi kepolisian, pelaku telah menggasak 10 unit sepeda motor dan menjual ke negara Timor Leste.
Kondisi ini membuktikan adanya dugaan kuat keterlibatan oknum aparat TNI-POLRI terutama aparat penjaga perbatasan dalam kasus curanmor. Sehingga amanat UU TNI dan POLRI untuk menjadi pelindung dan mengayomi masyarakat tidak berjalan semestinya. Namun yang terjadi aparat dituding menjadi biang keresahan masyarakat dan gagal sebagai pengayom masyatakat. Fungsi pelindung dan pengayom mestinya tidak sebatas ditafsirkan pada ganguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti serangan negara luar, terorisme, Ormas radikal. Tetapi lebih pada pengendalian internal di tengah masyarakat yakni maraknya curanmor yang membuat masyarakat tidak lagi merasa aman dan nyaman.
Pengakuan pelaku yang mengejutkan ini membuktikan bahwa kasus curanmor begitu profesional, terstruktur, masif dan sistematif sehingga langkah aparat kepolisian yang telah membongkarnya perlu diacungi jempol. Namun kita juga perlu memberikan kritik bahwa masih banyak juga laporan yang menumpuk dan mengendap di meja aparat. Dua kasus tersebut bukanlah kasus pertama dan utama melainkan sudah sering terjadi. Korban Curanmor, dan publik saatnya menuntut komitmen, ketegasan dan kejujuran aparat dalam mengungkap dan memberantas tuntas kasus Curanmor di NTT. Pelakunya mesti di hukum berat sesuai hukum yang berlaku, menuntut ganti rugi dan jika dimungkinkan oleh regulasi dimiskinkan. Supaya menjadi pembelajaran dan efek jera bagi pelaku.
Pelaku Curanmor ini, jika disejajarkan dengan koruptor adalah sama. Sama-sama merampok barang orang lain yang bukan miliknya tetapi berbeda kerugian antara keuangan negara dan orang pribadi dari tindak pidana tersebut. Negara dan masyarakat sama-sama dirugikan puluh juta hingga ratusan juta rupiah. Tujuannya sama, menguntungkan diri sendiri ataupun kelompoknya dan dilakukan dalam keadaan sadar. Diketahui, sebagian dari pelaku adalah mantan residivis curanmor yang belum bertobat karena tuntutan dan hukuman pidana terlalu ringan tidak membuat jera.
Dengan fasilitas yang diberikan negara dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), tempat tidur yang nyaman hingga makan minum tiga kali sehari memberikan keuntungan bagi pelaku dan kerugian bagi negara, biaya penyidikan, penuntutan, pengadilan dan penghukuman. Pada titik ini, tergelitik dalam benak penulis bahwa hukum yang diterapkan terlalu lemah, penjara atau Lapas belum memberikan efek jera terhadap pelaku. Malah memberikan keenakan. Sehingga para ademisi, pakar hukum perlu memberikan sumbangsih pikiran untuk pembenahan hukum, mengusulkan revisi terhadap peraturan perundang-undangan ataupun mengusulkan formulasi hukuman khusus bagi residivis Curanmor demi terwujudnya perlindungan terhadap masyarakyat.
Hemat Penulis, Curanmor tidaklah sulit untuk di berantas. Aparat negara harus tegas dan bersih tanpa kompromi, bekerja secara prefesional kendaraan bermotor yang dicuri bukanlah jin atau barang teleportase, saat ini ada di Kupang lalu tiba-tiba ada di Timor Leste. Pastinya melewati pintu utama atau pos pemantau, jalan tikus atau jalan setapak lingkar perbatasan. Pada titik ini, aparat negara sangat berperan dalam memberantas dan membongkar sindikat Curanmor di Kupang, NTT dan wilayah sekitarnya, memerangi kejahatan lintas batas dan mafia penyelundupan.
Kedua, kerjasama lintas sektor atau lembaga, Polisi, TNI dan pemerintah daerah serta instansi terkait seperti aparat penjaga wilayah perbatasan. Penyidik/tim Buru Sergap (Buser) Polri perlu mengembangkan dan mendalami keterangan lebih dari setiap pelaku Curanmor. Sehingga jaringan sindikat sudah terdeteksi dan ketika terjadi Curanmor mudah dilacak. Aparat perlu meningkatkan pengamanan perbatasan dengan patroli rutin.
Pemerintah perlu mendukung pihak kepolisian dan TNI untuk menambah fasilitas patroli perbatasan dengan dukungan anggaran dan membentuk Satgas bersama. Membangun kamera pengawas (CCTV) pada lokasi yang diidentifikasi jalur penyelundupan di kawasan perbatasan. Oleh karena itu, komitmen dan ketegasan Pemerintah dan aparat diuji dalam memberantas Curanmor ataupun kejahatan lintas batas lainnya sehingga tidak menjadi beban yang terus merugikan negara dan masyarakat.
Tulisan tersebut telah diterbitkan di harian umum Victorynews pada kolom opini edisi 17 Maret 2017
Komentar
Posting Komentar